Home »
DDTC NEWS » Ada Peralihan Kewenangan, Bappebti Minta Pajak Kripto Dievaluasi
Ada Peralihan Kewenangan, Bappebti Minta Pajak Kripto Dievaluasi
, 24 28-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi penerapan pajak kripto. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (28/2/2024).
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya menilai penerapan pajak kripto di Indonesia telah berdampak terhadap nilai transaksi kripto dalam negeri.
"Dengan pengenaan pajak sebesar saat ini, menambah biaya bagi para nasabah aset kripto. [Alhasil] banyak nasabah yang transaksi di exchange luar negeri,” katanya dalam acara Talkshow Indodax dikutip dari liputan6.com. Selain itu, lanjut Tirta, peralihan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menjadi waktu yang tepat perlunya evaluasi mengingat aset kripto tersebut akan masuk dalam sektor keuangan.
"Karena nanti kripto menjadi sektor keuangan, kami harapkan komitmen DJP untuk evaluasi pajak ini. Evaluasinya karena [peraturan] ini sudah lebih dari 1 tahun. Tentu saja biasanya pajak itu ada evaluasi tiap tahun,” sebut Tirta dikutip dari bisnis.com.
Sementara itu, CEO Indodax Oscar Darmawan berharap pengenaan PPN atas aset kripto dihilangkan dan hanya mengenakan PPh seperti transaksi di pasar saham. “Perkembangan regulasi semakin baik di Indonesia dengan adanya pajak kripto baik PPh dan PPN, tetapi dengan tidak adanya PPN, itu lebih baik,” tuturnya.
Pada Januari 2024, DJP telah mengantongi Rp71,7 miliar dari pemungutan pajak kripto dan bisnis layanan teknologi pembiayaan atau fintech. Dari jumlah tersebut, pajak kripto menyumbang Rp39,13 miliar dan fintech menyumbang Rp32,59 miliar.
Dari transaksi kripto, DJP mencatat penerimaan dari PPh Pasal 22 menyumbang Rp18,25 miliar dan PPN menyumbang Rp20,88 miliar. Tahun lalu, penerimaan dari pajak kripto hanya sebesar Rp647,52 miliar. Selain topik pajak kripto, terdapat juga ulasan lainnya seperti kinerja utang pemerintah, penginputan NIK di e-bupot 21/26, pelaporan SPT via e-Form PDF, insentif di bidang cukai, hingga soal Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Kinerja Utang Pemerintah hingga Januari 2024
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2024 telah mencapai Rp8.253,09 triliun. Berdasarkan Laporan APBN Kita edisi Februari 2024, menyatakan capaian tersebut membuat rasio utang pemerintah mencapai 38,75%. Rasio utang tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2023 sebesar 38,59%.
"Rasio utang ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Keuangan Negara, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 pada kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita. (DDTCNews)
KEM-PPKF 2025 Harus Antisipasi Tantangan Ekonomi Global Pemerintah tengah menyusun KEM-PPKF 2025 di tengah masa transisi ke pemerintahan baru hasil pemilu 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan KEM-PPKF 2025 harus merepresentasikan kondisi dinamika dan tantangan ekonomi global. Misal, kenaikan suku bunga global (higher for longer) yang memengaruhi arus modal, nilai tukar dan biaya pendanaan (cost of fund).
"Juga kondisi geopolitik dan proteksionisme serta tren teknologi digital, perubahan iklim dan penuaan penduduk (aging population) di berbagai negara maju," tuturnya. (DDTCNews) Buka e-Form PDF Harus Pakai Windows 10/11
Kring Pajak mengingatkan wajib pajak terkait dengan pelaporan SPT Tahunan dengan menggunakan e-Form PDF hanya bisa dilakukan pada komputer atau laptop dengan sistem operasi Windows 10 ke atas.
Penjelasan otoritas pajak tersebut merespons pertanyaan dari salah satu warganet di media sosial. Menurut Kring Pajak, wajib pajak harus menggunakan versi Windows 10 untuk dapat melakukan submit SPT di e-form PDF. “Mohon maaf tidak ada cara lain. Wajib pajak bisa membuka e-form PDF menggunakan komputer lain atau laptop yang sudah menggunakan Windows 10/11,” sebut Kring Pajak. (DDTCNews)
Fasilitas Angsuran Utang Bea dan Cukai Mulai Berlaku
Pemerintah telah menerbitkan PMK 154/2023 mengenai penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai yang berlaku mulai 26 Februari 2024. Kepala Subdirektorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategi DJBC Lupi Hartono mengatakan penerapan PMK 154/2023 akan mempermudah persyaratan pemanfaatan atas fasilitas penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai.
"Kita ingin membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak yg mengalami kesulitan keuangan tetapi memiliki utang kepada negara di bidang kepabeanan dan cukai untuk bisa melakukan pengangsuran atau penundaan," katanya dalam sosialisasi PMK 154/2023. (DDTCNews)
Input NIK di e-Bupot PPh 21 Terkendala karena Tidak Terbaca Sistem akan mengecek validitas Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan dalam pembuatan bukti potong pada e-bupot PPh Pasal 21. Lantas, bagaimana jika data NIK tidak terbaca atau tidak didapatkan?
Contact center DJP, Kring Pajak menyebut pengguna atau perekam harus memastikan NIK sudah sesuai. Data NIK, sambungnya, menggunakan database dari Dukcapil.
“Jika tidak terbaca oleh sistem maka kemungkinan ada kesalahan dalam NIK tersebut,” tulis Kring Pajak saat merespons pertanyaan warganet di X. Jika sudah dipastikan benar dan NIK tidak dapat dimasukkan (input), pengguna atau perekam dapat melakukan konfirmasi ke Dukcapil. Konfirmasi dapat dilakukan dengan menghubungi 1500537 atau email [email protected]. (DDTCNews)