Home »
IKPI » Bantu Perangi Stunting, Ekonom Minta Pemerintah Beri Insentif Pajak Pelaku Bisnis
Bantu Perangi Stunting, Ekonom Minta Pemerintah Beri Insentif Pajak Pelaku Bisnis
, 24 07-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
Ekonom Senior INDEF Aviliani menyatakan pemerintah perlu memberikan insentif pajak kepada para pelaku bisnis guna meningkatkan partisipasi mereka dalam mengatasi stunting (tengkes) dan mengurangi beban biaya kesehatan akibat penyakit bawaan. “Kalau pemerintah yang mengimplementasikan sendiri, sebagian anggarannya habis digunakan untuk proses birokrasi. Jadi, saya lebih setuju pemberian insentif potongan pajak sehingga pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang, walaupun tentunya mengurangi penerimaan pajak” ujar Avilianiseperti dikutip dari AntaraNews.com, Rabu (7/2/2024). Ia menuturkan bahwa insentif pajak tersebut dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan program pemberdayaan masyarakat terkait pengentasan stunting dan pencegahan penyakit bawaan. Menurutnya, skema ini dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dengan lebih efektif karena biasanya upaya pengawasan yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap program-program mereka lebih menyeluruh. “Karena pengusaha tidak mau rugi kalau mereka sudah membiayai pelaksanaan suatu program, maka pasti diawasi dengan baik,” ucap Aviliani. Selain dengan melibatkan pelaku bisnis, ia mengatakan bahwa upaya penurunan prevalensi stunting dan pencegahan penyakit bawaan dapat ditingkatkan dengan pengalihan anggaran. Misalnya, anggaran pendidikan yang cukup besar, yaitu mencapai 20 persen dalam APBN 2024, dapat dialihkan sebagian untuk penanganan stunting dengan memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil serta anak-anak. Walaupun keduanya merupakan aspek yang penting bagi perkembangan anak, Aviliani menyatakan bahwa sektor kesehatan lebih penting daripada sektor pendidikan. Menurutnya, anak yang mengalami stunting memiliki kemampuan berpikir yang lebih rendah dibandingkan anak normal sehingga penggunaan anggaran yang besar untuk menyediakan subsidi pendidikan pun tidak efektif mengatasi akar permasalahan yang menghambat pertumbuhan anak. “Mungkin anggaran pendidikan perlu ditinjau kembali apakah efektif atau tidak karena menurut saya, anak bisa mendapatkan beasiswa kalau dia pintar. Kalau dia tidak pintar dan tidak bisa memahami dengan baik, walaupun diberikan pendidikan gratis, tetap tidak akan meningkatkan kualitasnya,” katanya. Aviliani juga menyoroti diperlukannya pengalihan anggaran untuk upaya pencegahan penyakit agar dapat mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk BPJS Kesehatan. “Pak (Menteri Kesehatan) Budi Sadikin menyampaikan bahwa sebenarnya ia juga lebih setuju dengan upaya preventif. Apalagi Kementerian Kesehatan berencana menggunakan tes DNA untuk mengetahui penyakit apa yang berpotensi diderita oleh seseorang,” ujarnya. (bl)