Home »
DDTC NEWS » Dengan CTAS, Proses Bisnis Ditjen Pajak (DJP) Saling Terhubung
Dengan CTAS, Proses Bisnis Ditjen Pajak (DJP) Saling Terhubung
, 23 04-1 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) akan mereformasi berbagai proses bisnis. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (4/12/2023).
Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin mengatakan CTAS akan mengubah proses bisnis pada DJP menjadi serba digital dan saling terhubung. Melalui mekanisme ini, lanjutnya, duplikasi pekerjaan juga bakal hilang.
“Nanti, kalau kami sudah menggunakan CTAS, pekerjaan seperti itu streamline. Pekerjaan awal diawasi oleh berikutnya, dan digunakan oleh berikutnya lagi," katanya. Menurut Imam, proses bisnis akan makin efisien. Proses bisnis yang dimaksud terutama berkaitan dengan dokumen, surat, serta kegiatan penatausahaan (clerical). Terlebih, sambungnya, beberapa pekerjaan selama ini masih dilakukan secara berulang.
Dia memberi contoh ada pekerjaan yang semula dilakukan account representative (AR). Namun, atas pekerjaan itu juga dilakukan ulang oleh auditor jika ada pemeriksaan untuk keperluan analisis atau koreksi.
Jika berlanjut hingga banding dan peninjauan kembali, bahkan ada pekerjaan yang perlu diulang lagi. Imam menyebut CTAS bakal mengubah proses bisnis itu sehingga pegawai tidak perlu mengulang pekerjaan yang sudah terselesaikan. Selain mengenai CTAS, ada pula ulasan terkait dengan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Desember 2023 hingga 31 Desember 2023. Kemudian, ada bahasan tentang e-tax court.
Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin mengatakan CTAS juga akan membuat pegawai lebih fokus melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Pekerjaan yang nantinya banyak dilakukan antara lain analisis data untuk kebutuhan pengawasan.
"Implikasinya berarti akan ada resources pegawai yang selama ini mungkin melakukan clerical, duplikasi, kami pindahkan atau shifting, seperti best practices di negara-negara itu," ujarnya. (DDTCNews) Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pengembangan CRM dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan berbasis risiko. Menurutnya, konsep CRM tersebut juga dibangun oleh otoritas pajak pada banyak negara.
“CRM kita relatively lebih maju dari konsep atau framework yang dibangun di luar. Kalau di luar, CRM digunakan untuk mapping wajib pajak dalam konteks pengawasan atau pemeriksaan, tetapi kita sudah melangkah lebih jauh,” katanya.
Yon menjelaskan DJP telah mengembangkan CRM untuk beberapa fungsi. Hal ini dilakukan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan sekaligus mengubah perspektif hubungan DJP dengan wajib pajak. Beberapa fungsi dari CRM yang dikembangkan DJP antara lain meliputi ekstensifikasi, pengawasan dan pemeriksaan, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, dan keberatan. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menetapkan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Desember 2023 hingga 31 Desember 2023.
Penetapan tarif bunga per bulan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 52/KM.10/2023. Terdapat 5 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,57% sampai dengan 2,24%. Simak ‘Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Desember 2023, Ini Perinciannya’. (DDTCNews) Peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai insentif pajak di Ibu Kota Nusantara (IKN) tengah diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. PMK itu akan terbit bersamaan dengan peraturan kepala otorita IKN tentang sektor penerima insentif pajak di IKN.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Purwitohadi mengatakan kedua peraturan perlu terbit bersamaan sehingga fasilitas pajak dapat segera diberikan kepada pelaku usaha yang menanamkan modal di IKN.
Bila PMK terbit lebih dahulu maka peraturan kepala otorita IKN yang memerinci KBLI penerima insentif belum tersedia. Alhasil, insentif pajak sebagaimana yang dijanjikan oleh pemerintah dalam PP 12/2023 tidak bisa diberikan. "Tax holiday KBLI-nya nunggu peraturan IKN, vokasi nunggu juga. Kalau PMK sudah terbit, tetapi belum ada itu [peraturan kepala otorita IKN] sesungguhnya belum bisa jalan. Kami sedang upayakan ini bisa segera terbit," kata Purwito. (DDTCNews)
Pemerintah memperpanjang masa evaluasi kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri yang diatur dalam PP 36/2023. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perpanjangan masa evaluasi untuk menampung masukan pelaku usaha.
“Compliance-nya sudah bagus, yang tidak comply hanya 1%. Tapi 3 bulan kita pantau lagi, kita sosialisasi lagi ke pelaku usaha,” ujar Airlangga. Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan ekspor SDA mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 64% hingga 65%. Peningkatan tersebut diikuti dengan kenaikan penerimaan DHE SDA pada rekening khusus (reksus). (DDTCNews)
Pengadilan Pajak mewacanakan penerapan e-tax court secara mandatory. Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan untuk pengajuan banding serta gugatan secara fisik pada saat ini masih dimungkinkan mengingat e-tax court baru diperkenalkan ke masyarakat.
“Pada satu titik nanti, ini akan mandatory. Sebelum sampai tahap mandatory, kami akan lakukan komunikasi terus dengan Bapak dan Ibu," katanya. Heru menuturkan tren persidangan dilaksanakan secara elektronik telah diterapkan di berbagai negara. Contoh, Singapura, Kanada, dan beberapa negara lain. Indonesia lambat laun akan turut mengikuti tren tersebut. (DDTCNews)
Sekretariat Pengadilan Pajak akan mengembangkan aplikasi e-PK guna mendukung penyampaian permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan Pengadilan Pajak secara elektronik.
Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pengembangan TIK Sekretariat Pengadilan Pajak Sasvia Julia mengatakan permohonon PK secara elektronik ini baru akan dikembangkan setelah sistem e-tax court berjalan sempurna. "Memang akan ada e-PK, tetapi kami ke depankan e-tax court terlebih dahulu karena e-PK baru bisa jalan kalau e-tax court berjalan dengan sempurna," katanya. (DDTCNews)
Wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak dapat memanfaatkan tarif PPh final sebesar 0,5%. Perlu diingat, dasar pengenaan pajak yang biasa disebut PPh final UMKM ini bukanlah penghasilan neto.
Sesuai dengan Pasal 60 ayat (1) PP 55/2022, dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan untuk menghitung PPh final adalah jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha. Khusus untuk wajib pajak orang pribadi, ada bagian peredaran bruto yang tidak dikenai pajak. Adapun peredaran bruto yang dijadikan DPP merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Simak ‘Pajak Final UMKM 0,5% Dikali Apa? Simak Lagi Skema di PP 55/2022’. (DDTCNews) (kaw)