Home » DDTC NEWS » Dirjen Pajak: Reorganisasi Instansi Vertikal DJP Sesuai Kebutuhan
Dirjen Pajak: Reorganisasi Instansi Vertikal DJP Sesuai Kebutuhan
, 24 23-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
Pemerintah akan melakukan reorganisasi instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP) secara berkesinambungan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/2/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan reorganisasi instansi vertikal dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menurutnya, reorganisasi biasanya dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
"Kami terus konsisten reorganisasi dijalankan. Itu semata-mata karena kepentingan dari organisasi kita yang bergerak," katanya. Suryo menuturkan DJP telah beberapa kali melaksanakan reorganisasi instansi vertikal. Reorganisasi terakhir kali dilakukan dengan menambah jumlah kantor pelayanan pajak (KPP) madya seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 184/2020.
Saat ini, lanjutnya, DJP memiliki 352 kantor pelayanan pajak (KPP). Angka itu terdiri atas 4 KPP wajib pajak besar, 9 KPP khusus, 38 KPP madya, dan 301 KPP pratama.
Menurut Suryo, reorganisasi instansi vertikal dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain upaya menjangkau wajib pajak, upaya memberikan pelayanan kepada wajib pajak, serta upaya mengoptimalkan penerimaan negara. "Ke depan, akan kami lakukan secara berkesinambungan," ujarnya.
Selain reorganisasi instansi vertikal DJP, ada pula ulasan pajak lainnya seperti realisasi penerimaan pajak Januari 2024, putusan MK soal uji materiil Pasal 43A UU KUP, pemadanan NIK-NPWP, hingga setoran pajak kripto dan fintech.
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp149,25 triliun pada Januari 2024. Capaian tersebut setara 7,5% dari target tahun ini senilai Rp1.989 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak tersebut mengalami kontraksi sebesar 8% (year on year/yoy). Menurutnya, penerimaan pajak masih menunjukkan kinerja positif.
"Penerimaan pajak kita masih cukup positif meskipun kita tahun tahun 2021 dan 2022 pertumbuhan penerimaan pajak sangat tinggi. Jadi kita bicara tentang baseline yang tinggi," ujarnya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan keterangan resmi terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Materiil Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. DJP mengatakan berdasarkan pada Putusan Perkara Nomor 83/PUU-XXI/2023, pemeriksaan bukti permulaan (bukper) tetap dapat dilakukan sebagai tahapan sebelum penyidikan karena memiliki tujuan dan kedudukan yang sama dengan penyelidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Selain itu dipertegas juga bahwa tindakan dalam proses penyelidikan—dalam hal ini pemeriksaan bukper—tidak dapat menjadi objek gugatan praperadilan. Sebab, pada dasarnya tindakan yang dilakukan belum masuk pada upaya paksa (pro justitia).
“Direktorat Jenderal Pajak menghormati dan mendukung pelaksanaan putusan tersebut,” tulis otoritas dalam Siaran Pers Nomor SP-9/2024. (DDTCNews) Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan Ditjen Pajak (DJP) belum pernah menerima permintaan bantuan penagihan pajak dari otoritas pajak yurisdiksi mitra sebagaimana dimaksud dalam PMK 61/2023 hingga saat ini.
Tak hanya itu, DJP juga belum pernah mengajukan permintaan bantuan penagihan kepada yurisdiksi mitra. Menurut Suryo, untuk melaksanakan bantuan penagihan, pemerintah perlu merevisi perpres terlebih dahulu.
"Ada 1 perpres yang saat ini sedang dalam proses untuk menghilangkan reservasi Indonesia mengenai aktivasi bantuan penagihan untuk tujuan perpajakan ini," tuturnya. (DDTCNews) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau Wajib Pajak untuk segera melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, sudah ada sekitar 60,79 juta NIK yang berhasil dipadankan dengan NPWP hingga 20 Februari 2024.
Angka ini sudah setara 83% dari total Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sebanyak 73,13 juta. Oleh karena itu, masih ada sekitar 12 juta NIK-NPWP yang belum dipadankan. Suryo bilang, ada beberapa hal yang menyebabkan 12 juta NIK belum padan dengan NPWP. Di antaranya adalah wajib pajak tidak aktif, meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya. (kontan.co.id)
Ditjen Pajak (DJP) mencatat hingga saat ini sudah ada 60,79 juta nomor induk kependudukan (NIK) yang sudah dipadankan dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi dalam sistem informasi DJP.
Dengan total wajib pajak orang pribadi sebanyak 73,13 juta wajib pajak, progres pemadanan NIK dan NPWP sudah mencapai sekitar 83%. "Yang dipadankan melalui sistem ada 55,9 juta, yang dipadankan sendiri oleh wajib pajak lewat portal kami ada 3,9 juta NIK," tutur Suryo. (CNN Indonesia, DDTCNews)