Home »
DDTC NEWS » DJP: Agar Terhindar Koreksi Sekunder, WP Perlu Setujui Koreksi Primer
DJP: Agar Terhindar Koreksi Sekunder, WP Perlu Setujui Koreksi Primer
, 24 20-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Secondary adjustment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 PMK 172/2023 tidak diberlakukan dalam hal wajib pajak melakukan penambahan atau pengembalian kas/setara kas sebesar selisih antara nilai transaksi yang tidak sesuai dan yang sesuai arm's length principle (ALP) sebelum terbitnya SKP.
Namun, wajib pajak perlu terlebih dahulu menyetujui primary adjustment saat diterbitkannya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP). Persetujuan atas primary adjustment diperlukan agar secondary adjustment tidak timbul.
"Ketika dalam SPHP ada koreksi dan ketika closing di situ wajib pajak menyetujui koreksi primer dan wajib pajak tidak mau dikenakan koreksi sekunder, selisih yang harus terjadi harus disetor secara tunai kepada wajib pajak," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional IV DJP Didit Hariyanto dalam Regular Tax Discussion yang digelar oleh IAI, Selasa (20/2/2024). Penambahan atau pengembalian kas/setara kas juga harus dibuktikan kepada pemeriksa sebelum diterbitkannya SKP.
"Contoh, ada pembayaran royalti ke luar negeri Rp50 miliar, ternyata menurut pemeriksa Rp40 miliar. Wajib pajak sudah setuju koreksi primer Rp40 miliar dan atas Rp10 miliarnya menjadi koreksi. Atas Rp10 miliar ini tidak dilakukan secondary adjustment bila sudah dikembalikan oleh lawan transaksinya dan wajib pajak bisa membuktikan pengembalian kas tersebut," ujar Didit.
Bila wajib pajak tidak menyetujui primary adjustment ataupun tidak melakukan pengembalian kas/setara kas, selisih antara nilai transaksi yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan ALP dianggap sebagai pembagian laba secara tidak langsung kepada pihak afiliasi yang diperlakukan layaknya dividen. Pembagian laba secara tidak langsung kepada pihak afiliasi dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembagian laba tersebut terutang PPh pada saat dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan. (sap)