Home »
DDTC NEWS » Fitur Buku Besar, DJP Sebut Adanya Transparansi untuk Wajib Pajak
Fitur Buku Besar, DJP Sebut Adanya Transparansi untuk Wajib Pajak
, 24 30-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
dalam hal ini misalnya pihak Perusahaan – yang harus menyampaikan bupot PPh Pasal 21 bulanan untuk tidak khawatir. Pengunduhan (download) bupot bisa dilakukan sekaligus.
“Pemotong enggak usah khawatir harus menyerahkan bupot tiap bulan ke penerima penghasilan. Di aplikasi [e-bupot 21/26] ada menu untuk mengunduh sekaligus bukti potongnya. Tidak satu per satu. Dalam satu folder semua bukti potong ada,” katanya.
File bupot yang sudah diunduh tidak perlu dicetak. Pemotong pajak dapat langsung mengirimkan softcopy bupot. Pemotong pajak juga bisa menyediakan google drive yang dapat diakses untuk masing-masing pegawai. Simak ‘Pegawai Banyak? DJP Sebut Download Bupot PPh Pasal 21 Bisa Sekaligus’. (DDTCNews) Rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) pada instrumen moneter/keuangan tertentu bakal terbit dalam waktu dekat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan insentif PPh akan diberikan tidak hanya atas penghasilan dari penempatan DHE SDA pada deposito, tetapi juga instrumen moneter/keuangan lainnya.
"Harapannya bisa mendorong lagi [eksportir makin tertarik untuk menempatkan DHE SDA di dalam negeri]. Tahun 2023, kami melihatnya cukup positif, dan itu harapannya bisa membantu stabilitas makro kita ke depan," katanya. (DDTCNews) DJP mengingatkan adanya kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 meskipun nihil. Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki mengatakan ketentuan tersebut sudah diatur dalam PER-2/PJ/2024. Kewajiban itu juga sejalan dengan kewajiban pembuatan bukti potong PPh Pasal 21/26.
“Selama ini kalau nihil enggak perlu lapor kecuali di masa akhir, contohnya di Desember yang tahunan. Dengan adanya PER-2/PJ/2024 untuk masa PPh Pasal 21/26 walaupun nihil, Kawan Pajak wajib melakukan pelaporan SPT-nya. Ini yang harus diingat,” ujarnya.
Imaduddin Zauki mengatakan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 tersebut dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi e-bupot 21/26. Wajib pajak hanya perlu menggunakan kode verifikasi. Simak ‘Lapor SPT Masa di e-Bupot 21/26, DJP: Hanya Pakai Kode Verifikasi’. (DDTCNews) Mulai 2025, semestinya tarif PPN akan naik lagi menjadi sebesar 12%. Kenaikan tarif itu sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.
Namun, kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12% tersebut bisa saja ditunda bila ada intervensi dari pemerintah. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) UU PPN, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi sebesar 15%.
"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," bunyi ayat penjelas dari Pasal 7 ayat (3) UU PPN. (DDTCNews/Kontan) Dengan implementasi CTAS, nantinya wajib pajak dapat melakukan pembayaran atas beberapa jenis, masa, dan ketetapan pajak secara sekaligus cukup dengan 1 kode billing. Fitur multi account billing ini nantinya akan menggantikan sistem saat ini, yakni single account billing.
Dalam single account billing, 1 kode billing hanya bisa digunakan untuk melakukan pembayaran atas 1 jenis, 1 masa, atau 1 ketetapan pajak saja. “Nantinya, wajib pajak tidak perlu lagi membuat kode billing atas setiap pajak yang terutang,” bunyi informasi yang diunggah DJP. (DDTCNews) (kaw)