Home » DDTC NEWS » Jelang Pemilu, IMF Minta Inggris Tidak Pangkas Pajak
Jelang Pemilu, IMF Minta Inggris Tidak Pangkas Pajak
, 24 01-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
LONDON, DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) mendorong pemerintah Inggris untuk tidak melanjutkan rencana pemangkasan pajak pada tahun ini.
Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan penerimaan pajak masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik dan belanja modal yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Apa yang kita lihat di Inggris dan sejumlah negara lainnya adalah perlunya rencana fiskal jangka menengah yang mampu mengakomodasi tekanan belanja," ujar Gourinchas, dikutip pada Kamis (31/1/2024). Menurut Gourinchas, Inggris membutuhkan penerimaan pajak yang mencukupi untuk mendanai jaminan kesehatan pada National Health Service (NHS), layanan sosial, pendidikan, dan mencegah kenaikan utang. "Dalam konteks ini, kami menyarankan agar tidak ada lagi pemangkasan pajak yang bersifat diskresioner dalam waktu dekat," ujar Gourinchas seperti dilansir cnbc.com.
Menurut IMF, Inggris justru perlu meningkatkan penerimaan pajak dengan cara memperkuat kebijakan pajak karbon dan pajak properti, menghapuskan celah dalam sistem pajak kekayaan dan PPh, serta mereformasi kebijakan pensiun.
Menanggapi pernyataan ekonom IMF tersebut, Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt mengatakan perekonomian Inggris akan tumbuh kuat dalam beberapa tahun ke depan. IMF memperkirakan perekonomian Inggris akan tumbuh 0,5% pada 2023 dan 0,6% pada tahun ini. Hunt berpandangan pertumbuhan ekonomi akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk memangkas beban pajak.
"Masih terlalu dini untuk mengetahui apakah APBN bisa menanggung pengurangan pajak secara lebih lanjut. Namun, kami percaya pengurangan pajak yang tepat sasaran akan menciptakan perbedaan besar dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Hunt seperti dilansir theguardian.com.
Untuk diketahui, pemangkasan tarif pajak akan diumumkan oleh pemerintah Inggris dalam Spring Budget 2024 yang akan dirilis pada 6 Maret 2024. Kebijakan ini ditengarai dilatarbelakangi oleh jebloknya elektabilitas Partai Konservatif di berbagai survei. Berdasarkan survei YouGov tertanggal 16-17 Januari 2024, Partai Buruh diperkirakan akan memenangkan 385 dari total 650 kursi di parlemen, sedangkan Partai Konservatif diperkirakan hanya akan memenangkan 169 kursi. (sap)