Home » DDTC NEWS » Kata Kemenkeu Soal Putusan Pengadilan Pajak dengan Adanya e-Tax Court
Kata Kemenkeu Soal Putusan Pengadilan Pajak dengan Adanya e-Tax Court
, 23 01-1 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
Pemerintah menyatakan kehadiran e-tax court akan meningkatkan konsistensi putusan di Pengadilan Pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (1/12/2023).
Sekjen Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyatakan dengan adanya e-tax court, hakim di Pengadilan Pajak dapat dengan mudah menggunakan putusan lama sebagai referensi sebelum menerbitkan putusan atas sengketa yang serupa.
“Kami memperkenalkan landmark. Jadi, hal-hal yang sudah diyakini sebagai kebenaran itu akan dijadikan referensi, semacam yurisprudensi. Siapapun hakim yang memutus perkara yang serupa, range-nya tidak akan ekstrem," katanya. Dengan demikian, sambung Heru, hakim di Pengadilan Pajak dapat bekerja dengan cepat sekaligus mampu menghasilkan putusan yang konsisten. "Saya tidak berbicara bahwa semua perkara mesti putusannya sama persis dan identik. Tentunya pengadilan tidaklah seperti itu," imbuh Heru.
Sebagai informasi, penggunaan e-tax court untuk keperluan administrasi sengketa dan persidangan di Pengadilan Pajak diatur berdasarkan pada PER-1/PP/2023. Aplikasi e-tax court resmi diluncurkan dan bisa digunakan sejak 31 Juli 2023.
Selain mengenai e-tax court, ada pula ulasan terkait dengan usulan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki terkait dengan skema PPh final dengan tarif sebesar 0,5% bagi UMKM. Kemudian, masih ada pula bahasan tentang penambahan barang kena cukai baru. Tak hanya bermanfaat bagi hakim, e-tax court dapat memberi manfaat bagi Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Sebab, e-tax court akan mempermudah otoritas untuk mengevaluasi sengketa-sengketa yang berulang.
Sekjen Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyebut putusan banding di Pengadilan Pajak sering kali mengabulkan permohonan yang diajukan oleh wajib pajak. Oleh karena itu, otoritas dapat melakukan evaluasi terkait dengan putusan banding tersebut.
“Kenapa kami kalah terus? Jangan-jangan kami melakukan kesalahan? Kalau kami yakin keliru maka kami akan segera lakukan perbaikan,” kata Heru. (DDTCNews) Sekjen Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah meminta jajarannya bekerja secara efisien. Koreksi pajak, kepabeanan, dan cukai yang dilakukan oleh otoritas tidaklah berguna jika pada ujungnya koreksi tersebut dibatalkan di tingkat banding.
"Kami akan menekankan pada teman-teman di lapangan bahwa kita harus bekerja dengan parameter output dan outcome. Kalau [parameternya] proses, ya tinggal dikoreksi saja. Perkara kalah ya urusan di banding dan PK. Tidak seperti itu ke depannya," ujar Heru. (DDTCNews)
Terdapat 619 kuasa hukum yang telah mendaftar dan memiliki akun e-tax court dalam tahun berjalan ini. Jumlah itu sekitar 17% dari total kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengajak para kuasa hukum lainnya untuk dapat mendaftarkan diri. "Ada banyak manfaat dan kemudahan yang bisa diperoleh Bapak dan Ibu sekalian dari e-tax court. Yang paling utama ialah kemudahan akses bagi pencari keadilan. Tak perlu datang ke Pengadilan Pajak, tinggal upload," katanya. Simak pula ‘Ada e-Tax Court, Proses Administrasi Sengketa Hanya Butuh 106 Hari’.
Hingga saat ini, terdapat 317 wajib pajak yang sudah memiliki akun e-tax court. Jumlah berkas banding atau gugatan yang sudah diajukan oleh para pihak melalui e-tax court sudah mencapai 783 berkas. Namun, jumlah ini masih tergolong sedikit. (DDTCNews)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memandang pemerintah perlu mempertahankan skema PPh final dengan tarif sebesar 0,5% bagi UMKM. Teten mengusulkan skema PPh final seyogianya dimanfaatkan oleh wajib pajak tanpa jangka waktu, utamanya bagi wajib pajak berskala mikro. "Jadi, seharusnya pemerintah melihat pajak untuk UMKM itu ya tetap saja lah. Enggak harus [ada jangka waktu], terutama yang mikro. Karena menurut saya sulit kalau mereka dinaikkan," katanya. (DDTCNews)
UU APBN 2024 menetapkan target penerimaan cukai senilai Rp246,07 triliun atau naik 8,3% dari target tahun ini pada Perpres 76/2023 senilai Rp227,21 triliun. Perpres 76/2023 kemudian memerinci target penerimaan cukai yang berasal dari 5 barang kena cukai.
Adapun 2 di antaranya adalah barang kena cukai baru. Keduanya adalah produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK). Target penerimaan kedua barang ini sempat masuk dalam Perpres 130/2022, tetapi kemudian dijadikan Rp0 melalui Perpres 75/2023. Penerimaan cukai produk plastik pada 2024 ditargetkan senilai Rp1,84 triliun atau naik 87,8% dari Perpres 130/2022 senilai Rp980 miliar. Sementara untuk MBDK, target penerimaannya pada 2024 senilai Rp4,38 triliun atau naik 42,2% dari target pada Perpres 130/2022 senilai Rp3,08 triliun. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
DJP berupaya mempercepat pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), terutama pada instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP). Demi mempercepat pemadanan tersebut, DJP pun memberikan layanan pemadanan.
"Mengingat tenggat waktu 1 Januari 2024 yang makin dekat, diperlukan percepatan pemadanan NIK dan NPWP terutama bagi ILAP dengan data banyak (di atas 1 juta NPWP)," tulis pemerintah dalam laporan APBN Kita edisi November 2023. (DDTCNews) (kaw)