Ketentuan di UU HPP Ini Pengaruhi Laporan Belanja Perpajakan

, 24 05-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut memengaruhi perubahan pada laporan belanja perpajakan (tax expenditure report). Dalam Laporan Belanja Perpajakan 2022 disampaikan UU HPP memiliki 6 ruang lingkup pengaturan, yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai. “Dari 6 ruang lingkup pengaturan tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang menyebabkan adanya perubahan terhadap cakupan ataupun estimasi besaran belanja perpajakan,” bunyi keterangan dalam dokumen tersebut, dikutip pada Senin (5/2/2024). Setidaknya ada 2 ruang lingkup yang memengaruhi perubahan pada laporan belanja perpajakan. Pertama, ruang lingkup PPh. Ketentuannya adalah batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta. Bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% sesuai dengan PP 23/2018 dan memiliki peredaran bruto sampai Rp500 juta setahun tidak dikenai PPh. Pengaturan ini tidak menambah cakupan peraturan yang termasuk belanja perpajakan jenis PPh walaupun dapat menambah estimasi besaran perpajakan. Kedua, ruang lingkup PPN. Ada 2 ketentuan dalam ruang lingkup ini. Salah satunya adalah penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan beberapa jenis jasa lainnya dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list). Barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan beberapa jenis jasa lainnya menjadi barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Kebijakan ini dimaksudkan agar lebih mencerminkan keadilan dan ketepatan sasaran serta menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial. Tujuannya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan berkeadilan dan berkepastian hukum. Pengaturan ini tidak mengubah cakupan tetapi bepotensi mengubah estimasi besaran belanja perpajakan. Hal ini dikarenakan perhitungannya berubah menggunakan data Surat Pemberitahuan Tahunan yang terdapat di sistem informasi Ditjen Pajak. Ketentuan selanjutnya dalam ruang lingkup PPN yang berpengaruh pada laporan belanja perpajakan adalah kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan besaran tertentu (tarif final) bagi pengusaha kena pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Ketentuan itu memberi kemudahan bagi pengusaha kena pajak dalam menghitung dan menyetor jumlah pajak. Atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan peraturan menteri keuangan (PMK). “PMK ini berpotensi menambah jumlah peraturan yang tercakup dalam belanja perpajakan ketika telah diberlakukan,” bunyi keterangan dalam dokumen tersebut. (kaw)


Silahkan Login untuk Memberikan Komentar!