Home »
DDTC NEWS » Pemeriksaan Pengelolaan Pajak di DJP, Ini Temuan BPK pada IHPS I/2023
Pemeriksaan Pengelolaan Pajak di DJP, Ini Temuan BPK pada IHPS I/2023
, 23 06-1 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Sesuai dengan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan pajak pada Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (6/12/2023).
Pemeriksaan pengelolaan pajak merupakan bagian dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan. Secara keseluruhan, pemeriksaan pengelolaan pajak mengungkap 17 temuan dengan 19 permasalahan.
“Permasalahan tersebut meliputi 18 kelemahan SPI (sistem pengendalian intern) dan 1 ketidakpatuhan sebesar Rp1,00 miliar,” tulis BPK dalam IHPS I/2023. Simak pula ‘BPK Sampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2023 kepada DPR’. Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan kepatuhan penyelesaian keberatan, non keberatan, dan penanganan banding 2021 dan 2022 serta pengawasan kepatuhan wajib pajak 2021 dan 2022 pada DJP telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.
Selain pemeriksaan atas pengelolaan pajak, ada pula ulasan terkait dengan penagihan pajak. Kemudian, ada bahasan tentang mekanisme sertifikasi konsultan pajak. Selanjutnya, ada ulasan mengenai pemanfaatan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas rumah.
Dalam IHPS I/2023 tersebut, BPK mengungkap setidaknya 5 permasalahan signifikan yang ditemukan dalam pemeriksaan atas pengelolaan pajak. Pertama, permasalahan hilangnya peluang penerimaan pajak dari pembebanan atas cadangan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI). Kedua, permasalahan hilangnya peluang penerimaan pajak dalam sengketa pajak sektor migas terkait dengan penetapan tarif pajak branch profit tax (BPT). Ada pula permasalahan berkurangnya penerimaan negara akibat restitusi.
Ketiga, permasalahan adanya peluang kekurangan atau kehilangan penerimaan negara atas potensi pajak dari Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) yang melewati daluwarsa penetapan.
Keempat, permasalahan belum optimalnya aplikasi Approweb dalam mendukung proses bisnis pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak. Salah satu dampaknya adalah penggalian potensi pajak kurang optimal. Kelima, permasalahan belum diterbitkannya surat tagihan pajak (STP) atas denda keterlambatan pembayaran pajak pada beberapa kantor pelayanan pajak (KPP). Kemudian, ada permasalahan tidak dapat diterbitkannya denda karena telah daluwarsa penetapan 5 tahun dari tahun pajak terutang. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Sesuai dengan PMK 61/2023, utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Dalam hal wajib pajak tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pelunasan, dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak,” bunyi Pasal 4 ayat (4) PMK 61/2023. Simak ‘Ini Serangkaian Tindakan Penagihan Pajak dan Ketentuan Waktunya’. (DDTCNews) Sertifikasi konsultan pajak dapat diperoleh melalui 3 mekanisme. Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) mengatakan ketiga mekanisme itu adalah pengakuan ijazah, ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP), serta penyetaraan pensiunan pegawai DJP.
Terkait dengan mekanisme pengakuan ijazah ini, KP3SKP mengatakan hingga saat ini PPSKP belum menetapkan perguruan tinggi yang ijazahnya dapat diakui. Kemudian, mekanisme penyetaraan pensiunan pegawai DJP masih dalam tahap proses persiapan. Simak ‘Ada 3 Mekanisme Sertifikasi Konsultan Pajak’. (DDTCNews)
Warga negara asing (WNA) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) juga dapat memanfaatkan fasilitas PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf b PMK 120/2023. "WNA yang memiliki NPWP sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepemilikan rumah tapak atau satuan rumah susun bagi WNA," bunyi Pasal 6 huruf b PMK 120/2023. (DDTCNews) (kaw)