Pemerintah Persilahkan Pengusaha Ajukan Judicial Review Kenaikan Pajak Hiburan ke MK

, 24 25-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan akan menghormati pengusaha yang akan mengajukan Judicial Review (JR) ke Makamah Konstitusi (MK) jika ingin pajak hiburan 40%-75% kembali seperti sebelumnya. Karena dengan cara tersebut kebijakan yang saat ini kemungkinan bisa dibatalkan atau kembali ke aturan lama. Adapun aturan pajak yang baru berlaku dan diprotes pengusaha, tertuang dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). “Kalau wacana pelaku usaha menginginkan ada semacam penurunan atau kembali ke tarif lama skemanya ya memang JR. Karena Undang-undang sudah ada dan berlaku, kan UU 2022 di Januari, transisi 2 tahun, sehingga berlaku Januari 2024,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, seperti dikutip dari Detik.com, Kamis (25/1/2024). Susi mengatakan pengajuan JR ke MK tersebut merupakan hak pengusaha jika ingin kebijakan tersebut kembali seperti sebelumnya. Pemerintah juga akan menghormati proses hukum dan menjalani jika sudah ada hasilnya. “Kalau dari sisi pelaku usaha idealnya balik lagi ke yang lalu, skemanya harus JR ke MK. Pemeirntah menghormati dan hak pengusaha kalau hasil MK apapun akan mengikuti,” jelas dia. Meski begitu, Susi menegaskan ada insetif yang bisa didapatkan pengusaha agar pajak hiburan itu turun atau bahkan di bawah 40%. Hal itu bisa diberikan oleh masing-masing pemerintah daerah seiring dengan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengenai petunjuk kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan. “Ke customer berupa tadi menunjukan kembali ada skema kewenangan kepala daerah untuk memberikan pengurangan, penurunan, pembebasan pokok pajaknya, itu kan yang di sisi itu sudah kita dorong, udah ada SE Mendagri yang menegaskan kembali ada ruang insentif fiskal di kepala daerah,” terang dia. Informasi mengenai pengusaha tengah mengajukan JR ke MK diungkapkan oleh Staf Ahli Menteri Parekraf Bidang Manajemen Krisis, Fajar Utomo. Ia menyebut para pengusaha spa telah mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut status bisnis spa di tanah air. “Dari kawan-kawan spa, ada perspektif kenapa mereka dikategorikan hiburan. Sementara mereka menyampaikan di regulasi yang ada, mereka masuk industri terkait jasa kesehatan. Ini terkait health and wellness tourism yang sedang kita dorong,” jelasnya, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu. Terkait insentif yang bisa diberikan pemerintah daerah kepada pelaku usaha hiburan juga telah diterangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam pertemuannya dengan pengusaha industri jasa hiburan, Airlangga menjelaskan bahwa ada insentif pajak yang bisa diberikan pemerintah daerah untuk pelaku industri jasa hiburan. “Dalam pasal 101 itu diberikan diskresi kepada kepala daerah untuk memberikan insentif, dengan insentif untuk investment dan mendorong pertumbuhan yang lain, itu dimungkinkan pajak itu di bawah 70% bahkan di bawah 40%,” jelasnya, ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024). Namun, dia menegaskan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Besarannya yakni minimal 40% dan maksimal 75%. “Untuk aturannya tetap di HKPD, bukan UU Nomor 28 Tahun 2009, itu sudah diganti ke UU HKPD,” kata Airlangga. (bl)  


Silahkan Login untuk Memberikan Komentar!