Home » DDTC NEWS » Sandiaga Uno Minta Pemda untuk Segera Beri Insentif Pajak Hiburan
Sandiaga Uno Minta Pemda untuk Segera Beri Insentif Pajak Hiburan
, 24 06-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengimbau pemerintah daerah untuk segera menetapkan insentif atas pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan.
Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan Kemenparekraf telah melakukan kajian terkait dengan tarif PBJT sebesar 40% - 75% atas jasa hiburan tertentu. Berdasarkan kajian itu, ia meminta pemda untuk segera memberikan insentif paling lambat pada pertengahan bulan ini.
"Besaran persentasenya disesuaikan kondisi tiap-tiap daerah kabupaten dan kota dan ditetapkan paling lambat pertengahan Februari 2024," katanya dikutip dari video yang diunggah di media sosial, Selasa (6/2/2024). Sandi menuturkan beberapa kabupaten/kota sudah menerbitkan peraturan kepala daerah dalam rangka menurunkan beban PBJT yang harus ditanggung oleh sektor jasa hiburan tertentu. Salah satunya ialah kabupaten/kota di Bali serta Labuan Bajo.
"Mudah-mudahan segera disusul yang lain." ujar Sandi.
Sebagai informasi, tarif pajak atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa di beberapa daerah serentak naik mulai 2024 seiring dengan berlakunya ketentuan pajak daerah dalam UU HKPD. Dalam UU HKPD, pemda diberikan ruang untuk mengenakan PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan tarif sebesar 40% hingga 75%.
Meski demikian, Kemendagri melalui Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ memberikan ruang kepada pemda untuk memberikan keringanan PBJT.
Kepala daerah didorong untuk berkomunikasi dengan pelaku usaha terkait dengan pemberian insentif fiskal dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi, utamanya bagi pelaku usaha baru pulih dari dampak pandemi Covid-19. "Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka dalam pelaksanaanya agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan, tidak boleh terjadi transaksional dan menghindari adanya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme," bunyi surat edaran tersebut. (rig)