Home »
DDTC NEWS » Sudah Diatur Mendagri, Kemenkeu Tak Terbitkan Edaran Pajak Hiburan
Sudah Diatur Mendagri, Kemenkeu Tak Terbitkan Edaran Pajak Hiburan
, 24 24-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ sudah bisa menjadi pegangan bagi pemda untuk memberikan keringanan tarif PBJT jasa hiburan.
Berdasarkan hal tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Luky Alfirman mengatakan pihaknya tidak akan menerbitkan surat edaran yang sejenis.
"Surat edaran sudah diterbitkan oleh Kemendagri dan itu cukup sebetulnya memberikan guidance kepada pemda terkait dengan langkah-langkah kalau pemda mau memberikan insentif fiskal," ujar Luky, dikutip pada Jumat (23/2/2024). Luky mengatakan saat ini sudah ada banyak pemda yang memberikan keringanan tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Keringanan tarif diberikan berdasarkan peraturan kepala daerah.
"Sudah ada beberapa pemda yang memang berniat memberikan insentif ini, tapi kita mendukung secara formal penerbitan peraturan kepala daerahnya," ujar Luky.
Untuk diketahui, UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengatur tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah sebesar 40% hingga 75%. Namun, pemda memiliki ruang untuk memberikan insentif berupa keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penghapusan pajak. Pemberian insentif diatur dalam UU HKPD, PP 35/2023, dan telah dipertegas pula oleh Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ.
Lewat Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ, kepala daerah didorong untuk berkomunikasi dengan pelaku usaha terkait dengan pemberian insentif fiskal dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi, utamanya bagi pelaku usaha baru pulih dari dampak pandemi Covid-19.
"Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka dalam pelaksanaanya agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan, tidak boleh terjadi transaksional dan menghindari adanya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme," bunyi surat edaran tersebut. (sap)