Home » IKPI » Tiga Daerah Mulai Turunkan Tarif Pajak Hiburan
Tiga Daerah Mulai Turunkan Tarif Pajak Hiburan
, 24 30-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
Sejumlah daerah telah menerapkan keringanan atau insentif pajak hiburan untuk para pelaku usaha. Hal ini menyusul penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri yang memberikan kewenangan kepada pemda dalam memberikan keringanan tersebut. SE tersebut diterbitkan Kemendagri mengingat tingginya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), yakni 40-75% untuk jasa hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa. Aturan baru ini bahkan hingga menuai protes dari para pelaku usaha termasuk penyanyi dangdut Inul Daratista. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, salah satu daerah yang telah menerapkan keringanan ini ialah Pemprov Bali. Hal ini pun terpantau langsung olehnya yang juga sempat melangsungkan pertemuan daring bersama para pelaku usaha. “Mereka sudah rapat mengundang para pengusaha tempat hiburan itu dan mereka sudah akan menggunakan Pasal 101 memberikan insentif. Berapa insentifnya? Ya nanti yang jelas di bawah 40%,” katanya seperti dikutip dari Detik.com, Selasa (30/1/2024). Selain Bali, Tito menyebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga sudah mulai menurunkan besaran pajaknya. Sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengadakan pertemuan lebih dulu dengan para pengusaha untuk mencari besaran ideal dari insentif. “Di DKI mereka akan mengumpulkan para pengusaha dulu untuk kira-kira, berapa idealnya yang kira-kira win-win lah. Tapi kan itu harganya kira-kira nilainya kan sesuai UU, tetap ya, 40%. Tapi akan bisa diturunkan dengan kebijakan dari pemerintah daerah,” paparnya. Sementara untuk rentang penurunan pajaknya terbilang cukup bervariasi. Tito mengatakan, kebanyakan turun di rentang 40-50% dari yang semula 75%. Namun untuk yang turun di bawah 40% belum terlalu banyak. “Ada yang 40%, 50%, tapi sebelumnya mereka tinggi (75%). Diturunkan, tapi yang turun sampai ke bawah 40% sementara yang saya baru pantau di daerah Bali,” ujar Tito. Tito menjelaskan, insentif ini bisa diajukan oleh pengusaha terkait maupun datang dari kebijakan daerah dalam rangka mendorong pembangunan program daerah. Ke depan, ia akan mendorong agar daerah-daerah lain turut memanfaatkan kewenangan baru itu sehingga pajak hiburan di kota-kota lainnya bisa di bawah 40%, seperti di Bali. “Tapi saya mendorong daerah-daerah lain untuk kesinambungan lapangan pekerjaan dan kesulitan dari pengusaha pasca Covid. Kita mendorong mereka menggunakan kewenangan diskresi yang diberikan UU itu, Pasal 101,” ujarnya. “Tugas kami ya mendorong. Mendorong untuk (Pemda) menggunakan aturan itu. Gunakan kewenangan yang diberikan UU atas dasar pertimbangan pembangunan daerahnya, boleh menurunkan sampai dengan di bawah 40%,” sambungnya. Di sisi lain, Tito menyatakan dirinya siap menghadapi judicial review yang diajukan oleh para pengusaha hiburan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai, langkah yang dilakukan para pengusaha itu merupakan hal yang baik. “Nanti akan kita hadapi,” kata Tito. “Kita justru, silakan kalau ada yang, bagusnya begitu. Bagusnya kalau ada yang nggak puas, nggak setuju, minta aja JR ke MK,” sambungnya. Menurutnya, aspirasi masyarakat juga berperan penting dalam penyusunan dan pelaksanaan aturan, termasuk menyangkut pajak hiburan ini. Dalam penyusunannya pun, UU ini melibatkan DPR yang merupakan perwakilan rakyat dengan pemerintah. “Jadi kita dorong JR-nya,” ujarnya. (bl)