Home »
DDTC NEWS » Uji Materiil UU HKPD, MK Minta Pengusaha Spa Perbaiki Permohonannya
Uji Materiil UU HKPD, MK Minta Pengusaha Spa Perbaiki Permohonannya
, 24 21-0 | 00:00:00 WIB - Oleh Scraping Airflow
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pelaku usaha spa selaku pemohon pengujian materiil atas UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) untuk memperbaiki permohonannya.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan MK tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus konkret. Para pemohon seharusnya menjelaskan pertentangan antara ketentuan PBJT atas jasa hiburan spa dalam UU HKPD dan batu uji dalam UUD 1945.
"Saudara harus menguraikan pertentangan antara norma Pasal 55 ayat (1) huruf l UU HKPD khususnya frasa 'mandi uap/spa', bahwa ini menurut anggapan saudara itu bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," katanya, dikutip pada Rabu (21/2/2024). Menurut Enny, uraian mengenai pertentangan norma antara UU HKPD dan UUD 1945 tersebut boleh diperkuat dengan teori atau praktik perpajakan atas mandi uap/spa di negara lain.
"Jadi enggak cerita soal spa saja, tetapi yang Anda ceritakan itu pertentangan normanya itu. Anda jadikan spa sebagai pintu masuk saja untuk menjelaskan di awal. Setelah itu, Anda baru bergulat dengan rumusan-rumusan bahwa ini lho pertentangannya," tuturnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta para pemohon untuk mempertajam petitum dalam permohonan pengujian materiil. "Anda itu hanya ingin yang dikecualikan itu mandi uap/spa kan? Kalau begitu nanti rumusan petitumnya saya beri masukan begini 'sepanjang tidak dimaknai tidak termasuk mandi uap/spa'. Kan yang diinginkan kan mandi uap/spa itu saja kan?," ujarnya.
Sebagai informasi, pelaku usaha spa yang tergabung dalam Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) telah mengajukan pengujian materiil terhadap Pasal 55 ayat (1) huruf l dan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD.
Pemohon melalui kuasa hukumnya Mohammad Ahmadi menyatakan mandi uap/spa seharusnya tidak dikategorikan sebagai jasa hiburan yang dikenai PBJT dengan tarif sebesar 40% hingga 75%. "Permohonan kami agar spa itu dikeluarkan dari hiburan karena memang spa itu domainnya ada di bidang kesehatan," katanya.
Dalam permohonannya, Ahmadi meminta MK untuk menyatakan frasa 'mandi uap/spa' dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l dan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat serta perlu dihapuskan. (rig)